Meminilisir Kerusakan Lingkungan dari Fashion

September 09, 2019

"Yah... masih memakai baju model lama," celetukan tersebut sukses bikin emosional dan nyaris saya membalasnya lantaran mengemukakan dikeramaian.
Kejulitannya itu tak hanya rontokkan confidence tapi melecehkan pilihan saya dalam berpakaian dengan model lama. Seolah dia ingin mengatakan saya tak paham mode, norak, tidak mampu beli.Duh.... memancing Suudzon

Tarik nafas, hembuskan ,ulangi lagi sampai lega. Huuuf.... Celetukan itu jangan bikin mindset babak belur bahkan sampai kehilangan konsep dalam berpakaian?

Pilihan minimalis dalam berbusana

Sedari kecil saya didik hemat, membeli jika itu kebutuhan bukan sekadar keinginan, termasuk dalam  fashion.

Momen berbelanja hanya 2 masa saja yaitu lebaran dan tahun ajaran baru. Saat berganti itupun tak sapatogak (satu set). Maksudnya, jika celana masih bagus tinggal beli  baju atau jika seragam layak pakai cukup beli tas di tahun ajaran baru.

Memasuki masa perkuliahan, prinsip menggunakan barang hingga hancur terusik dengan banyak teman yang gaya ke kampus. Item fashion mereka tidak  sama setiap bulannya.Berbagai model pakaian, warna tas dan sepatu menemani hari mereka.  Duh... Serasa buluk banget

Ada sebuah pilihan ke kampus dengan budget murah sehingga tak membosankan mata yang memandang. Cukup dengan 20.000 rupiah saja dapat pakaian baru atau dibawah 100.000 udah bisa bawa pulang sepatu dan tas.

Ada bisikan menengahi keinginan tersebut seperti sebuah perang batin. Bergaya menggunakan pakaian yang murah dengan masa pakai yang singkat seperti sebuah pemborosan. Memenuhi lemari dengan berbagai item fashion tanpa sempat puas menggunakannya seperti sebuah kesia-siaan, hanya untuk menjadi cantik dan gaul semata.

Saya memilih tidak tergoda, meneruskan pola yang ada. Ternyata, tanpa disadari saya telah menerapkan hidup minimalis dan ketika ada metode konmari tidak kaget atau pun latah.

Fashion dan lingkungan

Kegiatan di bumi ini sering memberikan efek samping bernama efek rumah kaca. Awalnya diperlukan untuk membuat bumi hangat , menurut perhitungan simulasi efek dari rumah kaca telah meningkatkan suhu rata-rata bumi 1 hingga 5 derajat celcius.

Sesuatu yang berlebihan itu ngak bagus, begitu juga dengan efek rumah kaca, keberadaannya menjadi masalah besar bagi kehidupan seperti perubahan iklim yang sangat ekstrem, naiknya permukaan air laut, peningkatan suhu global.

Menurut Dr. Amanda Katili Niode, manajer dari Climate Reality Indonesia selaku pembicara dalam acara forest talk with netizen, hutan yang telah rusak parah menyebabkan tidak mampu lagi menangkap gas karbon dioksida (CO2) dan gas-gas lainnya sehingga kesemuanya membumbung di atmosfer.

Ditemukan peningkatan konsentrasi CO2 dan gas lainnya di masa revolusi industri.



Hal ini juga terjadi dalam bidang fashion,
ada proses panjang terlibat didalamnya sebelum dipakai. Pembuatan bahan baku kain seperti viscose, rayon, lyocell dengan mengorbankan puluhan pohon.

Tak cukup sampai disitu saja ada kegiatan pewarnaan, pemotongan, penjahitan, kesemuanya akan mengeluarkan emisi yang berasal dari pabrik membuat polusi.Tak cukup udara yang kotor airpun juga terkena imbas dari bisnis fashion

Fashion terukur saja sudah berkontribusi untuk ketidakseimbangan alam apalagi fast fashion, sebuah tren terkini meluncurkan produk dengan jumlah masal dan dalam tempo yang cepat. Rasanya lebih dari 10% penyumbang emisi gas rumah kaca .


Fast fashion berputar cepat dalam berproduksi untuk memenuhi tren melek fesyen tanpa harus mengeringkan isi dompet, konsumen menjadi konsumtif. Puluhan pakaian layak pakai terpaksa didonasikan lantaran model baru sudah muncul. Hal yang paling menyedihkan adalah banyak yang berakhir ke tempat pembuangan akhir. Jumlah pakaian bekas bertambah setiap waktu.

Tak hanya pada lingkungan saja, fast fashion juga berdosa pada pekerja. Memaksa mereka produktif tanpa ada keseimbangan dalam upah.

Menjadi konsumen bijak menuju pengelolaan hutan lestari

Hutan memegang peranan penting di dalam upaya penanggulangan perubahan iklim, penurunan emisi gas rumah kaca dan peningkatan ekonomi. Maka dari itu hutan harus lestari , caranya dengan pengelolaan yang baik.

Pengelolaan dalam semua bidang menjadi pekerjaan rumah kita, terutama  dibidang fashion seperti sebuah dilema. Disatu sisi pakaian merupakan kebutuhan primer, dan bahan bakunya kebanyakan  memakan banyak sumber daya dan ekosistem.

Upaya yang dilakukan adalah menjadi konsumen yang bijak dalam berbelanja dengan cara slow fashion , yaitu:

1.  Tidak terfokus pada tren berbelanja atau mode tapi pikirkan apakah membeli ini penting? Apakah sudah sesuai kebutuhan? Apakah pakaian yang lama masih bisa digunakan?

2. Membeli pakaian dari tangan kedua (sebut saja garage sale) atau bertukar pakaian dengan teman akan menghemat lebih banyak karbon.

3. Membeli produk yang memiliki kualitas dan ketahanan yang cukup lama dan memperpanjang usia pemakaian.

4.  Ikut gerakan tukar baju dan tidak terpengaruh dengan tren Ootd dari  berasal diinstagram.

5.Menggunakan produk tanpa menebang pohon dan ramah lingkungan.

Contohnya dari bahan pandan, serat nanas, serat pandan, serat pelepah pisang dsbnya dibuatlah kain.

Penggunaan pewarna alami  aman untuk kesehatan dan juga ramah lingkungan  menjadi pilihan tepat. Contohnya Kulit secang, indigovera, akar mengkudu, jelawe hingga jambal. Dan jangan memandang remeh ya, sebab produk yang gunakan pewarna non sistetis bisa diekspor keluar negeri. Contohnya adalah kain vinto

Kain ini lahir dari keprihatinan dan keinginan dari pemiliknya mengenalkan Jambi punya produk dari alam.  Dalam berkarya si Abang bekerja sama dengan masyarakat sekitar untuk ciptakan produk.

Hal ini sesuai dengan misi Tropenbos Indonesia yaitu memberdayakan masyarakat melalui pengembangan mata pencaharian berkelanjutan dan memiliki nilai ekonomis. Maksudnya, tidak lagi masyarakat menebang hutan untuk 'mencari hidup 'tapi menggunakan produk non pohon.

Tak hanya pembicara dari yayasan Sutan Syahrir, tropenbos Indonesia, UMKM tapi juga dari App sinar mas mampu mencerahkan saya bahwa lestari hutan bukan hanya sebuah cerita semata dan untuk itu harus ada kepedulian kita.

Berbagai bentuk kepedulian yang bisa dilakukan salah satunya dengan menghadiri acara serupa forest talk with netizen, setelah mendapatkan ilmu membuat konten yang bisa dibaca semua kalangan termasuk masyarakat jambi serta sebagai role play bagi lingkungan sekitar dengan menggunakan slow fashion.




You Might Also Like

0 komentar

Hai... silahkan tinggalkan pesan dan tunggu saya approve ya...
terima kasih udah berkunjung

sosial media

LinkedIn

Join

KSB

Total Pageviews

Kelas Growth dari Growthing.id*