Monday 18 March 2019

Saya Masih Ingin Menjadi Wanita Pekerja, Inilah Alasannya

Pillow talk
Vina udah pindah tapi arif masih di rumah itu. Dan saking bingungnya anak mau dititip ke mana, mertuanya arif datang" pembukaan dari pillow talk kami malam ini

"Mungkin maksud arif ngak balik ke mess biar Vina ke sini ada tempat nginap kalau kalender merah" tebak saya."Bukannya orangtua vina itu ASN juga, jadi ngak bisa lama menemani cucunya?"

"Iya..  Hal kayak gini sering kepikiran sama aku kalau kamu kerja. Orang tuamu dan Vina kan sama PNS!" Duh.. ucapan si uda bikin suasana tambah ngak seru lagi. Pilihannya ganti topik atau udahin aja pillow talknya.

Baeklah, ada sedikit iri mendengar istri teman  berhasil menjadi ASN. Tak ada yang menyangka dia jebol mengingat nilainya dibawah standar, itulah rejeki.

Iri itu buruk dan saya berusaha menghapusnya, tapi sulit jika berhubungan dengan pekerjaan. Mungkin karena ini berhubungan dengan cita-cita menjadi wanita pekerja yang merangkap menjadi IRT.

Akan lebih baik lagi jika berhasil menjadi PNS (menurut saya). Sebelum masa itu tiba saya semangat mencari kerja di swasta, mengikuti  kemanapun ada lowongan dibuka.

Selama masa bekerja saya masih mengajukan lamaran ke klinik atau rumah sakit swasta untuk cari gaji yang lebih besar. Dan menjelang menikah resign karena jarak kami terlalu jauh dan ngak mungkin ketemu walaupun itu week end. Menempuh jarak Jambi-Pekanbaru sekian kilo itu bikin capek badan dan dompet. Dan lagi rasanya kurang bijak menurut saya seorang istri LDR karena kerjaannya.

2 minggu setelah menikah saya mengikuti suami, tapi hasrat bekerja masih menggebu. Berkas-berkas penting yang berhubungan dengan lamaran kerja saya bawa juga. Dan suami bilang kalau ingin kerja lagi silakan, tapi kalau bisa di rumah aja untuk saat ini. Kenapa? Karena kami masih tahap pengenalan, maksudnya pacaran setelah menikah.

Ternyata, keberuntungan berpihak pada saya,  mendapatkan pekerjaan disebuah klinik dekat dari tempat tinggal. Sayangnya jadwal kami yang sama-sama shift membuat jarang ketemu. Saya pulang si uda kerja atau dia nyampe di rumah saya udah tidur. Serumah tapi komunikasi kami kacau banget.

Kesibukan yang padat tak menjadikan lalai dalam urusan rumah tangga. Rumah masih bersih saat ditinggal kerja dan kami tidak pernah beli makanan (masih masak).  Ada kebanggaan bisa melaksanakan 2 hal sekaligus menjadi IRT dan wanita pekerja. Namun, disisi lain capeknya ngak ketulungan.

Kadang mikir untuk berhenti aja tapi mengingat susah cari kerja apalagi ditempat kecil kayak gini. Resign satu yang gantikan banyak. Galau kan?

Hal yang bikin saya menyerah dengan keadaan ini adalah keinginan punya anak. Program kehamilan akan berhasil jika hati tenang dan tubuh fit. Sebenarnya ini ngak mutlak kok, banyak yang kerja keras ditambah dengan tekanan masih bisa hamil. Nampaknya ini ngak berlaku bagi saya

Berhenti bekerja udah dan pikiran dibuat happy tapi belum juga hamil, sempat terbersit penyeselan. Dan mulailah setres sendiri karena biasa energi terforsir dengan kerja. Mulailah julid sama orang .

Si uda mengusulkan untuk memasukkan lamaran lagi. Tuh, seperti yang udah-udah ngak terpanggil. Bahkan saya pernah 3 kali memasukkan lamaran disatu tempat tapi ngak ada respon sampai sekarang.

Ada pilihan untuk kerja di Jambi tapi ngak diambil karena ngak mau LDRan. Rasanya sayang aja kerja swasta, tinggal terpisah biaya makin besar trus promil ngak jalan. Banyak yang hilang.

Lucukan ya?  Kemaren on fire ingin kerja udah ketemu tempatnya ,eeh...malah mikir lagi. Gitulah perempuan kalau udah menikah ego turun dan akan merosot lagi saat punya anak. Anak sama siapa saat kerja?  Ngak bisa melihat tumbangnya dari dekat dsbnya.

Nah kemaren saat ada penerimaan cpns saya daftar lagi, semoga lulus dan punya penghasilan tetap dan jauh dari ketakutan akan berhenti mendadak.

Walaupun begitu ngak sebesar dulu keinginan. Jika lulus ada rejekinya.  Ada hal yang lebih penting yaitu tugas tanggung jawab sebagai istri dan insya allah jadi ibu.

Bisa menghasilkan uang sendiri itu bagus, bukan untuk menunjukkan power tapi lebih kepada kemandirian. Bagaimana jika ada yang harus dibeli dan kami sama-sama ngak punya duit. Atau si uda di PHK?  Dan lebih buruk lagi pergi duluan?  Tak ada yang tahu rahasia ilahi.

Pilihan lain menghasilkan uang dengan bekerja atau berkarya dari rumah, namun saya punya gambaran hidup bahwa bekerja itu dikantor, berpakaian rapi, mandiri dari semua sisi dan ketemu banyak orang.

Apapun keputusan seorang wanita ingin berkarya di luar rumahnya atau memilih untuk menjadi Ibu Rumah Tangga ada konsekuensinya. Dan yang utama mari saling dukung.

"Kok diam sayang? " pertanyaan si uda membawa saya kembali. "Lebih baik kita pikirkan nanti yuk tidur" saya memilih menutup pillow talk kami





No comments:

Post a Comment

Hai... silahkan tinggalkan pesan dan tunggu saya approve ya...
terima kasih udah berkunjung