Friday 29 May 2020

Tagar #Indonesiaterserah dan peningkatan kasus positif Covid-19

Berusaha melalui hari-hari terkurung dirumah saat pandemi ini pada akhirnya sampai pada titik bosan juga. Awalnya woles saja dan berpikir dirumah sendiri pasti bakalan enak dan bisa santai. Benar! Tapi pada bulan kedua mulai ngak betah, pengen jalan-jalan, ketemu teman dsbnya. Pokoknya ingin mengerjakan semua rutinitas harian seperti biasanya.
Berbagai cara digunakan untuk mengusir kebosanan diam dirumah seperti maraton nonton drama Korea, DIY, melakukan hobi dsbnya. Nyatanya tak ampuh, selalu ada keinginan untuk melanggarnya tapi berhasil diurungkan karena teringat dengan tujuan baik yaitu memutus rantai penyebaran. Cukup sampai segini aja kasus positif covid-19.

Diibaratkan hidup pada masa ini seperti burung yang terkurung dalam sangkar emas. Berusaha menerima takdirnya tapi masih punya harapan bisa keluar dari sangkarnya.

Alih-alih menurun diam dirumah masih naik kasusnya 

Seluruh daerah di Indonesia melakukan PSBB setelah hampir seluruh propinsi melaporkan adanya kasus. Penerapannya ada yang sampai 2 tahap, tergantung  seberapa gawat eh bukan seberapa banyak kenaikan kasus saat ada pembatasan.

Setiap daerah perbatasan propinsi dijaga atau diadakan razia, sehingga tak ada yang bisa leluasa keluar masuk. Upaya ini bukan tak ada kendala, selalu ada yang bandel mencoba masuk daerah PSBB. Sejauh ini masih bisa diatasi, namun bagaimana dengan lebaran? Siapkah kita menerapkannya?

Penyebab kenaikan kasus covid-19

Ketakutan angka positif covid-19 terasa saat ramadhan dan lebaran. Walaupun jauh sebelumnya udah ada anjuran ibadah dirumah saja. Namun sulit diterapkan lantaran ada keinginan untuk menyemarakkan Ramadhan dengan tarawih di masjid dan itikaf di 10 malam terakhir. Tak salah, Ramadhan hanya datang sekali setahun dan belum tentu tahun depan bisa ketemu dengan bulan mulia ini.

Walaupun udah dianjurkan pemerintah dan dihimbau oleh MUI, beberapa masjid masih menyelenggarakan sholat tarawih berjamaah dengan berbagai ketentuan. Apa sajakah itu? Membawa sajadah sendiri, tidak merapatkan shaf dan tidak  bersalaman serta menggunakan masker saat sholat. Ketentuan ini menjadi sebuah win solusi. 

Hal lain yang ditakutkan adalah mudik lebaran. Sejak jaman dahulu kala mudik sebuah tradisi yang tak lekang oleh waktu. orang berusaha mudik dengan  berbagai cara seperti menggunakan kendaraan pribadi dan umum. Saat PSBB akses keluar masuk terbatas bahkan moda transportasi ada juga yang berhenti beroperasi sebagai bentuk upaya mematuhi kebijakan. Harapannya orang tak bisa mudik sehingga curva alami penurunan. 

Pada kenyataannya, curva pasien positif covid-19 masih mengalami fluktuasi, berubah-ubah namun cenderung meningkat. Apa masih belum maksimal usaha untuk menurunkan kasus? Pertengahan puasa terjadi pengenduran PSBB, boleh pulang kampung. Duh...  apa bedanya?

Tak cukup sampai disitu,  transportasi mulai beroperasi termasuk  bandara mulai dibuka. Tujuannya untuk yang ada kepentingan pekerjaan boleh menggunakan pesawat. Mendadak hampir 5000 orang berkumpul di bandara dan punya kepentingan kerja semua. Aneh bukan?? 

Hari pertama dibuka antrian mengular dan tak ada jarak. Bayangkan saja, bagaimana dari 500 itu ada yang OTG dan interaksi dengan orang lain?? Berapa banyak kenaikan yang positif?  Terus mereka ke kampung dan membawa  penyakit. Arrrggg... 

Si carier menimbulkan kenaikan kasus. Dia terlihat sehat dan bugar terus menulari kesemua orang yang interaksi dengannya. Orang yang interaksi akan berhubungan lagi dengan orang lain. Gitu aja terus, gimana mau selesai pandemi ini?

Dan puncaknya adalah 3 hari menjelang lebaran. Orang-orang yang selama ini hampir 3 bulan diam dirumah sejak adanya kasus positif Covid-19 melanggar aturan seperti tidak boleh berkumpul-kumpul, jangan keluar  rumah jika sifatnya tak darurat. Kalaupun harus keluar terapkan physical distancing dan gunakan masker. 

Pelanggaran yang dilakukan yaitu berduyun-duyun mengunjungi mall dan pasar. Parahnya lagi tanpa masker. Entah rasa bosan yang telah tak tertahankan lagi atau lebih mementingkan berburu sale jelang lebaran.  Tak ada rasa takut bertemu OTG, tak memikirkan dampak bagi kesehatan. Mungkin takut hari raya tak pakai baju baru? 

Booommm... pada tanggal 21 mei peningkatan kasus menjadi 1000 perhari. Harapan covid-19 akan berakhir dibulan Juni jauh panggang dari api. Bukannya skeptis tapi melihat situasi yang terjadi rasanya bakalan sulit.

Ketika #indonesiaterserah

Tagar #IndonesiaTerserah menjadi trending topic di media sosial . Entah darimana asalnya dan siapa pengunggah pasti pertama kali tapi yang jelas ada  makna tak seragam didalamnya. Ada yang mengatakan ini merupakan bentuk frustasi ,advokasi dan kekecewaan yang mendalam.

Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia 2017 – 2021 Ari Fahrial Syam mengatakan "Wajar petugas kesehatan merasa frustasi karena merekalah yang bertemu langsung dengan pasien-pasien tersebut. Mereka yang berpotensi tinggi tertular dari pasien-pasien tersebut,”. 

Harapan beliau  semua pihak dapat berkerja sama untuk mencapai misi mengendalikan jumlah kasus Covid-19". Kondisi saat ini, imbuhnya, bisa membaik dengan syarat semua pihak dapat bersatu dan bersama saling mendukung.

Lain lagi pendapat Ketua Umum Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat ( IAKMI) Ede Surya Darmawan. Menurutnya ini adalah bentuk dari advokasi lantaran menyuarakan langsung sangat sulit. Tagar ini juga ditujukan untuk dua pihak, baik itu kepada pemerintah maupun masyarakat.

Tak sekedar tagar semata, Indonesia Terserah bisa juga menjadi suara sindiran satir karena makin tak terkendalinya perilaku masyarakat yang mulai mendatangi pusat keramaian dengan tenang tanpa merasa takut sedikitpun. Padahal resiko terkena selalu mengintai apalagi saat berada ditempat umum.

Tak hanya ditujukan kepada masyarakat, sindiran ini untuk pemerintah karena kurangnya ketegasan dalam menangani wabah yang semakin menanjak angka kasus positif Covid-19 setiap harinya.

Bully-an untuk tenaga kesehatan 

Banyak orang mengartikan tagar #IndonesiaTerserah, akan lebih baik  melihat KBBI, arti terserah adalah sudah diserahkan (kepada) atau bergantung (kepada), mempercayakan diri kepada atau pasrah akan nasibnya. Berdasarkan kamus baku Indonesia terlihat bahwa arti kata terserah negatif. Sehingga banyak yang membully tenaga kesehatan.

Apa salahnya paramedis mengungkapkan uneg-uneg mereka dengan sebuah tagar? Kelelahan mereka seolah tak terbayar dengan banyak kasus akibat ketidakpatuhan masyarakat .

Sebagai tenaga kesehatan juga saya merasa sakit, para pembully seolah tak menganggap pengorbanan tenaga kesehatan terutama dokter dan perawat. Kedua tenaga medis ini berbulan-bulan tak pulang , bekerja dengan penuh kekhwatiran akan tertular.  Pada akhirnya mereka terkena juga bahkan ada yang meninggal,  sampai bulan April ada 44 dokter dan perawat meninggal dunia. 

Tenaga kesehatan belum menyerah

Sikap pasrah akan nasib yang sudah digariskan dan tak mau berusaha atau berfikir bagaimana cara memutus penyebaran covid-19. Sikap inilah yang membuat angkanya makin tinggi. Dan beruntung tenaga kesehatan hanya menumpahkan protes saja. Mereka akan selalu berusaha semaksimal mungkin karena sudah disumpah, demikian pendapat Guru Besar Psikologi Sosial UGM Prof Faturochman.

Dokter dan perawat merupakan ujung tombak dalam perlawanan ini tapi mereka takkan berhasil jika kita tak juga mendukungnya. Cara yang bisa dilakukan dengan jangan menambah lagi korban Covid-19. Apa jadinya jika korban bertambah terus sedangkan fasilitas tidak mencukupi. Saat jumlah dokter yang ada di Indonesia kurang dari 200.000 orang dan dokter paru sebanyak 1.976 orang. Jumlah tersebut tergolong sedikit jika dibandingkan dengan negara-negara lain. Artinya adalah 1 dokter paru melayani 245.000  penduduk i Indonesia.


Bosan berada dirumah itu normal tapi tolong ditahan keinginan keluyuran demi memperpendek umur pandemi ini. Kita semua harus peduli dengan cara mengikuti semua aturan termasuk diam dirumah saja dan jangan membully tenaga kesehatan saat mereka mengeluarkan sebuah tagar . Bukankah tagar #IndonesiaTerserah lahir dari kita juga yang ngeyel keluar rumah saat situasi belum aman?

10 comments:

  1. Setuju mbak,aku yang termasuk gak keluar rumah kalau gak penting banget dan gak nerima tamu... Malah kadang kita yang taat peraturan suka dibilang lebay.. hadeh...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Penilaian orang itu bermacam-macam ,bagi mereka lebay tapi kita berupaya menjaga diri dan keluarga dari paparan.

      Delete
  2. 2 bulan lebih berada di rumah utk ngajar dr rumah, dn sekarang harus masuk sekolah, ngajar dari sekolah lagi, kebijakan Indonesia memang harus bener2 jeli ya.. Tagar Indonesia terserah juga terkait kebijakan kayaknya

    ReplyDelete
    Replies
    1. This comment has been removed by the author.

      Delete
    2. Kebijakan itu tak hanya menyangkut kehidupan orang tapi juga harus memperhatikan ekonomi juga. Kejelian menganalisis situasi harus ada dalam setiap kebijakan.

      Delete
  3. serba salah juga sih uni apa lagi utk para kerja harian yg memang mengharuskan keluar rumah, yg perpenting si menurut aq, asal kita taat persedure utk jaga jarak, pakai masker & sering cuci tangan insa allah biar sering keluar tetap bisa mencagah virus

    ReplyDelete
  4. Sama banget, udah di tahap jenuh ya, rasanya pingin kembali normal, akupun benar2 ga keluar rumah lho, ckckck, semoga semua ini segera membaik. Amin

    ReplyDelete
    Replies
    1. Benar-benar Jenuh level tertinggi tapi demi kebaikan bersama biarlah ditahan

      Delete
  5. Sejak awal kasus ini, aku gak pernah keluar rumah sampai sekarang. Aku berharap, dapat membantu semuanya dalam menghadapi musibah ini.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hal sederhana yang bisa dilakukan dengan diam di rumah walaupun terasa terkekang

      Delete

Hai... silahkan tinggalkan pesan dan tunggu saya approve ya...
terima kasih udah berkunjung