Wednesday 3 January 2018

Terima Kasih Ibu Telah Menjadi Madrasah Pertama

Sore tadi saya dan adik berbincang seru tentang pola asuh orangtua terhadap masa depan anak.

Agak sedikit berat perbincangan kami, dikarenakan sama-sama belum ada pengalaman dan ilmunya.

Perbincangan ini diawali dari curhatan adik tentang kebiasaan jelek penghuninya. Tidak bisa dipungkiri tinggal bersama pasti akan menemukan berbagai hal unik.

Adik saya malahan menemukan sikap dan prilaku aneh yang membuatnya kenyang. Bukannya lebai dan tak mau melebur tapi seringkali prilaku dan sikap mereka keterlaluan.

Tak ada nilai yang pasti untuk keterlaluan, biasanya setiap orang punya range. Jika sudah ditegur dan tidak mau berubah saya rasa kita sepakat itu sudah masuk kategori keterlaluan bukan?

Kita tidak berhak menjadi hakim untuk sikap dan prilaku orang, tapi jika terjadi didepan mata akan terlibat juga.

Kebiasaan jelek mereka tidak mau buang sampah sehabis makan. Tidak mau mengangkat jemuran teman yang sedang kuliah padahal dia di rumah. Adik berusaha mengubah semua itu dengan mencontohkan melalui perbuatan.

Beberapa orang mulai berubah tapi ada satu yang bebal banget dan parahnya dia mahasiswa kesehatan. Ups, 

Ada ungkapan rancak dilabuah dan ini cocok disematan pada dia. Terlihat rapi diluar tapi kenyataannya berantakkan di lingkungannya.  Hiii...seram

Tak korelasi pendidikan dengan sikap dan prilakunya. Kamarnya berantakan dengan buku dan sampah berserakan. Sulit membedakan baju kotor dan bersih , seprai yang berantakkan. Belum lagi kebiasaan jeleknya yang suka menyerakkan kaus kaki setelah dipakai. Paling parahnya lagi tidak bisa menjaga kebersihan diri.

Bisa saja adik saya membiarkannya toh ngak sekamar, tapi kepedulian memaksanya turun tangan. 

Adik tidak hanya dengan contoh tapi juga dengan nasehat. Mengajarkan hal sederhana yang sebenarnya anak SD pun sudah bisa melakukannya seperti memisahkan pakaian kotor dan bersih kemudian memasukkan ke ember. Mengajarkan cara membersihkan kamar termasuk cara memasang seprai. Kebersihan diripun tak luput dari perhatian seperti menyuruhnya keramas dan mandi.  Betapa detailnya adik membantu sampai pada hal kecil seperti itu.

Sayangnya tidak ada perubahan selalu balik pada kebiasaan lama. Ini membuat adik berpikir apakah cara komunikasinya tidak bisa menyampaikan pesan.

Aduh..horor,bagaimana mungkin hal sepela seperti itu tidak bisa dilakukan. Ada pemakluman saat berhadapan dengan anak kecil, tapi tidak dengan mahasiswi kesehatan.  Harusnya dia tahu prilaku berpengaruh terhadap kesehatan.

 Ibu sebagai madrash pertama



 Anak belajar pertama kali dari ibunya dan untuk itu perlu ketegasan dalam mendidik. Orangtua kami terutama ibu sangat disiplin dan tak jarang memarahi jika sudah keterlaluan nakal. 

Ternyata marah juga perlu dalam mendidik sebagai bentuk petunjuk untuk kesalahan sehingga tidak akan mengulangi kembali. Kemarahan itupun dalam batas kewajaran.

Selain itu, profesi ibu turut berperan dalan membentuk kami. Ibu menerapkan didalam kehidupannya guru merupakan role mode, dimanapun harus bisa menjadi contoh.  Ini berimbas pada pola asuh, kami didik harus bisa menerapkan hal kecil dalam hidup dan juga harus hati-hati dalam bertindak.

Banyak teman kami merasa aneh dengan semua ini dan bertanya "apakah berat menjalaninya?"

Awalnya berat tapi tidak akan terasa saat menjadi kebiasaan baik. Didikan ini telah mendarah daging walaupun tidak lagi tinggal dengan orangtua.

Kami terbiasa bertanggung jawab dan peka untuk hal kecil sekalipun. Ibu sebagai madrasah pertama dan kami telah mendapatkan semua pelajaran tersebut

500 kata

1 comment:

  1. Jadi inget ibu di rumah, pengorbanan ibu untuk aku dulu jadi kerasa banget setelah nikah dan punya anak. Jadi ngebayang perjuangan ibu dulu membesarkan anak anaknya.

    ReplyDelete

Hai... silahkan tinggalkan pesan dan tunggu saya approve ya...
terima kasih udah berkunjung